contoh MAKALAH DESAIN KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN




DESAIN KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Kurikulum Pendidikan Kejuruan
yang dibina oleh Bapak Dr. Dwi Agus Sudjimat, S.T., M.Pd





Oleh
                       Anggit Apriono Putra                           (160511609228)
           Alfin Dingarai Putra                             (160511609203)
           Arfa Dhiaulhaq Firdaus Al Rasyid      (160511609275)
           Andria Eka Rihanjaya                          (170511623104)











UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
Oktober 2017



KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT atas karunia-nya, kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Kurikulum Pendidikan Kejuruan berupa makalah yang berjudul “Desain Kurikulum Pendidikan Kejuruan”.
            Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada dosen pembimbing matakuliah Kurikulum Pendidikan Kejuruan yaitu Bapak Dwi Agus Sudjimat yang telah membimbing kami dalam menyesuaikan makalah ini.
            Dalam penyusunan makalah ini tentu kami banyak menemukan hambatan, sehingga kami merasa masih banyak kekurangan mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak terutama pembaca sangat kami harapkan demi menyempurnakan makalah ini dan pembuatan makalah yang selanjutnya.



                                                                                    Malang,  Oktober 2017

                                                                                                           

Penulis




BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Desain Kurikulum
            Yang dimaksud desain adalah rancangan, pola, atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah masing-masing. Dapat dikatakan bahwa, desain kurikulum  merupakan sebuah proses pengaitan tujuan Pendidikan dengan pemilihan dan pengorganusasian isi kurikulum. Pengorganisasian materi pelajaran berkaitan erat dengan upaya mencapai tujuan instruksional yang efektif dan efisien. Termasuk dalam pengaturan itu adalah menyediakan sarana pembelajaran (teori dan praktek) dan dukungan administrasi.
            Desain kurikulum tergolong menjadi dalam dua dimensi organisasi, yakni horizontal dan vertikal berikut penjelasannya:
1.      Pengorganisasian pada horizontal berkaitan dengan pengaturan kesejajaran komponen-komponen (side-by-side ar-ragement), misalnya dalam mengombinasikan materi pelajaran teori dengan praktikum laboratorium, sedemikian rupa agar penjadwalan pelajaran teori untuk suatu topik dapat dilaksanakan berurutan. Hal ini juga berkaitan dengan cakupan materi pelajaran sehingga peserta didik memperoleh wawasan tentang aplikasi ilmu yang sedang dipelajarinya.
2.      Pengorganisasian pada arah vertikal berkaitan dengan pengaturan materi pelajaran secara sekuensial dan kontinuitas pendalaman materi pelajaran, dari materi dasar secara sekuensial menuju materi lanjutan sesuai struktur ilmu yang diajarakan. Hal ini berkaitan dengan artikulasi materi pelajaran menurut tingkat-tingkat dalam suatu jenjang Pendidikan atau antar jenjang Pendidikan.
2.2 Kategori Desain Kurikulum
Kategori desain kurikulum dapat disusun sebagai modifikasi/kombinasi menjadi tiga kategori yaitu:
2.2.1 Subject-Centered Design
            Subject-Centered design merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan. Pilihan materi pelajaran difokuskan pada penggunaan sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah sebagai dasar pengorganisasian pada arah horizontal maupun vertikal. Dalam kategori ini terdapat tiga macam desain, yakni:



A.    Desain dengan Pendekatan Mata Pelajaran (The Subject Centered Design)
Desain kurikulum dengan pendekatan mata pelajaran menyajikan materi pelajaran yang terdiri dari sejumlah mata pelajaran atau mata kuliah dari beberapa disiplin ilmu. Mata pelajaran diambil dari beberapa disiplin ilmu dengan maksud agar para peserta didik menguasai dasar-dasar ilmu khusus yang kelak diharapkan menjadi pilihan karir dan diperdalam melalui jenjang Pendidikan yang lebih tinggi. Dengan demikian cakupan subject design ditentukan oleh luasnya materi pelajaran dari tiap-tiap mata pelajaran yang dipandang penting untuk diketahui oleh peserta didik secara sekuensial.
Penambahan mata pelajaran prakarya, berkebun, pengamatan fenomena-fenomena alam atau penelitian di laboratorium akan meningkatkan pemahaman atas materi yang diajarkan sekaligus untuk memantau bakat para peserta didik.
Terdapat dua alasan penggunaan subject design . Pertama, karena subject design dinilai memiliki pengorganisasian yang paling sistematik dan efisien. Kedua, ditinjau dari sudut Pendidikan (guru maupun dosen) mereka telah disiapkan untuk mengajar dalam bidang disiplin ilmu selama di perguruan tinggi.
Di samping kedua alasan tersebut, selain praktis yaitu buku teks dan materi pelajaran pada uumumnya telah tersusun menurut jenis mata pelajarannya. Dengan demikian peserta didik dapat mengetahui sekuens pelajarn dan dapat mempelajari terlebih dahulu. Keuntungan praktis lainnya adalah kemudahan dalam mengadministrasikan. Di samping keuntungan praktis terdapat pula beberapa kelemahannya. Pertama, kecenderungan mengfragmentasikan materi pelajaran. Kedua, terdapat kecenderungan pembelajaran tidak mengaitkan dengan aspek penggunaan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, pembelajaran dengan metode ekspositori atau ceramah cenderung menyebabkan peserta didik bersikap pasif dan menghafal materi pelajaran, serta kurang melatih kebiasaan menalar. Keempat, kurikulum memerhatikan minat dan pengalaman peserta didik. Kelima, kurikulum lebih menekankan pada materi pelajaran dan kurang memerhatikan cara penyampaiannya.
Dengan kelemahan tersebut telah dapat diatasi dengan membekali para pendidik berbagai kemampuan terutama dalam penyusunan Satuan Acara Pembelajaran (SAP). Dalam SAP, guru mendapat kebebasan untuk mengadakan penyesuaian dengan perkembangan ilmu dan menentukan sarana pembelajaran yang diperlukan. Karena pengorganisasian kurikulum yang sistematik dan efisien itu, desain kurikulum dengan pendekatan mata pelajaran maupun mata kuliah sampai saat ini masih digunakan pada Pendidikan dasar, Pendidikan menengah, dan Pendidikan tinggi.
B.     Desain dengan Pendekatan Disiplin Ilmu (The Discipline-Centered Design)
Desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu ini sama dengan desain kurikulum dengan pendekatan mata pelajaran, tetapi dengan kriteria tujuan yang lebih khusus, yakni aplikasi kejujuran. Dengan demikian desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu dikembangkan untuk Pendidikan kejuruan dan Pendidikan tinggi professional.
            Pada desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu lazim mengelompokkan mata pelajaran maupun mata kuliah ke dalam kelompok mata pelajaran dasar umum (MPDU/MKDU), mata pelajaran dasar keahlian (MPDK/MKDK), dan mata pelajaran keahlian (MPK/MKK). Menurut Taba, mata pelajaran yang harus diberikan kepada semua peserta didik (tanpa membedakan ragam kejuruan) : The term ‘core’ is used in several diffent ways. A large portion of curriculum patterns which are designated this name represent nothing more than a method of distin-guishing the portions of curriculum required of all students from those which have specialized functions or are elective.” (Taba, 1976:407). Dengan demikian MPUD dan MPDK dapat dinyatakan sebagai kurikulum inti.
            Tujuan utama dari desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu adalah: (a) Menyediakan pilihan yang sesuai dengan bakat dan minat peserta didik setelah lulus dari Pendidikan dasar. (b) Pembekalan kemampuan bekerja pada jalur kejuruan tertentu bagi mereka yang ingin segera terjun ke dalam dunia kerja, namun memungkinkan pula melanjutkan ke Pendidikan tinggi professional.
            Desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu menekankan pada pemahaman atas struktur dan logika disiplin ilmu dan hubungan antara ilmu-ilmu dalam suatu disiplin ilmu, konsep-konsep, kaidah-kaidah, dan penerapannya.
            Keuntungan dari desain kurikulum dengan pendekatan ilmu adalah, mendekatkan peserta didik kepada masalah-masalah nyata dalam dunia kerja dan masyarakat. Dengan demikian terdapat dorongan untuk mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi dan sebagai dampaknya adalah mendorong peserta didik untuk berupaya mengikutinya.
            Kelemahan desain kurikulum dengan pendekatan disiplin ilmu justru terletak pada guru. Tidak jarang guru (yang pada umumnya berpenghasilan rendah) tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena keterbatasan finansial (untuk membeli komputer atau buku referensi). Untuk mengatasi kesulitan ini, lembaga penyelenggaraan Pendidikan hendaknya melengkapi fasilitas Pendidikan, baik perpustakaan maupun sarana praktikum/praktik.
C.    Desain dengan Cakupan Luas (Board Field Design)
            Desain kurikulum dengan cakupan luas merupakan salah satu upaya penyempurnaan desain dengan pendekatan mata pelajaran dan pendekatan disiplin ilmu. Konsep ini dikembangkan dengan maksud menghilangkan kelemahan-kelemahan pada subject design dan discipline design yang dianggap belum bisa menghilangkan pemisahan antar mata pelajaran maupun mata kuliah. Dengan menyatukan beberapa mata pelajaran yang serumpun atau berdekatan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap hubungan antar berbagai fenomena kehidupan.
            Konsep board field design yang semula dianggap dapat menghilangkan kelemahan subject design dan discipline design ternyata hanya dapat diterapkan pada tingkat sekolah dasar hal ini dimungkinkan karena pada tingkat sekolah dasar kedalaman ilmu belum menjadi tuntutan utama. Pada tingkat Pendidikan menengah dan Pendidikan tinggi dimana kedalaman ilmu menjadi tuntutan utama, karena sulitnya mendapatkan tenaga kependidikan yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
2.2.2 Learner-Centered Design
            Learner-centered design atau desain yang terpusat pada peserta didik adalah suatu pendekatan desain kurikulum yang menempatkan peserta didik pada posisi sentral yang dimaksud untuk mengembangkan bakat dan minat yang selaras pada peserta didik. Pendidik hanya sebagai fasilitator dan motivator. Learner-centered design mengutamakan perkembangan individual sebab itu tidak memiliki pola pengorganisasian yang baku.
            Dua karakteristik yang membedakan Learner-centered design dengan subject-centered design adalah: pertama, pengembangan kurikulum didasarkan pada keinginan peserta didik dan bukan berdasarkan materi pembelajaran. Kedua, kurikulumnya tidak dapat dirancang pada sebelumnya, tetapi harus disusun Bersama antara peserta didik dan pendidik.
            Diantara model-model yang pernah dikembangkan adalah activity/experience design, humanistic design dan child-centered design. Sebagai pelengkap wawasan, hanya activity/experience design saja yang diuraikan dalam paragraph berikut.
            Konsekuensi dari activity/experience design ini sama dengan board flied design yakni, tidak memiliki pola organisasi kurikulum yang baku karena kurikulum harus disusun berdasarkan minat dan kebutuhan peserta didik, baik secara individu maupun kelompok.
            Karakteristik lain dari activity/experience design adalah penggunaan metode pemecahan masalah dalam pembelajaran. Dalam proses untuk memenuhi minatnya, peserta didik akan menghadapi kesulitan atau hambatan yang harus diatasi. Dalam menemukan solusi atau masalah yang dihadapi, peserta didik menggunakan segala kemampuannya dan karenanya memperoleh pengalaman yang menjadi nilai utama dari desain kurikulum berbasis kegiatan/pengalaman.
            Terdapat tiga macam kekuatan utama activity/experience design. Pertama , karena kegiatan pembelajaran didasarkan pada minat dan kebutuhan peserta didik. Kedua, kurikulum (activity/experience design) menghargai perbedaan individual, setiap peserta didik bebas mengikuti aktivitas yang selaras dengan minatnya. Ketiga, kegiatan pemecahan masalah yang dikembangkan dalam activity/experience design memberikan keterampilan proses yang diperlukan untuk menghadapi masalah kehidupan diluar sekolah.


            Di samping ketiga kekuatan yang diuaraikan diatas, activity/experience design juga memiliki kelemahan yaitu, Pertama, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan minat dan kebutuhan yang dirasakan oleh peserta didik belum tentu sesuai dengan keperluan yang sebenarnya. Kedua, activity/experience design yang didasarkam pada minat dan kebutuhan peserta didik tidak memiliki pola struktur kurikulum yang baik. Ketiga, desain kurikulum berbasis kegiatan/pengalaman lemah dalam penyusunan kontinuitas dan sekuens materi pelajaran, dll. Kelemahan-kelemahan yang diuraikan diatas menyebabkan desain kurikulum berbasis kegiatan/pengalaman menghilang dengan sendirinya karena dampak Pendidikan yang tidak sejalan dengan system yang berlaku.
2.2.3 Problem-Centered Design
            Problem-centered design dikembangkan berdasarkan pemikiran filsafati tentang peran manusia dalam masyarakat. Dengan Problem-centered design dimaksudkan, desain yang difokuskan pada masalah-masalah kehidupan social. Dalam hubungan ini manusia sebagai makhluk social akan selalu hidup Bersama dan memecahkan masalah social secara Bersama-sama. Desain kurikulum berbasis masalah yang pernah dikembangkan adalah deasin berbasis bidang kehidupan (areas of living) dan desain berbasis kurikulum inti (core curriculum design).
A.    Desain Berbasis Bidang Kehidupan
            Stratemeyer dkk. (1957: 155-165) mengembangkan kurikulum berbasis bidang kehidupan dengan sebutan “persistent life situation curriculum.” Kurikulum ini mengangkat masalah-masalah berdasarkan situasi kehidupan yang harus dihadapi dengan keteguhan hati yang terbagi dalam tiga kategori: (a) situasi yang menurut pengembangan kemampuan pribadi. (b) situasi yang menuntut partisipasi dalam masyarakat. (c) situasi yang menuntut pengembangan kesanggupan untuk berinteraksi dengan factor-faktor lingkungan hidup.
            Gambaran yang menonjol dari kurikulum berbasis masalah kehidupan adalah: Pertama, desain berbasis aktivitas/pengalaman, desain ini memfokuskan pada prosedur pemecahan masalah. Kedua, desain ini memanfaatkan pengalaman peserta didik dan situasi saat belajar sebagai gerbang memasuki areas of living. Sedangkan pada desain berbasis bidang kehidupan menggunakan kepedulian peserta didik sebagai strategi awal memasuki proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran itu: (1) materi pelajaran disajikan secara terintegrasi. (2) karena materi pelajaran disusun sesuai dengan masalah kehidupan individual dalam masyarakatnya. (3) desain ini menyajikan materi pelajaran yang relevan dengan masalah yang sedang dihadapi.
            Desain kurikulum berbasis bidang kehidupan ini juga tidak terbebas dari berbagai kritikan. Pertama,masalah yang berkaitan dengan penentuan cakupan dan urutan mengingat bidang kehidupan sangat luas dan bervariasi kedalamannya. Kedua, materi pembelajaran cenderung hanya dikaitkan dengan masalah masa kini dan kurang memerhatikan warisan budaya. Ketiga, unit-unit pelajaran dikemas di sekitar masalah kehidupan yang beragam dan terpisah sehingga cenderung mengabaikan factor integritasi.
B.     Desain Kurikulum Inti (core curriculum)
Konsep kurikulum inti dikembangkan sebagai reaksi terhadap separate subject design yang cenderung melaksanakan pembelajaran dengan jalan memecah-mecah mata pelajaran. Pembelajaran akan efektif apabila fakta dan prinsip dari satu disiplin ilmu dihubungkan satu dengan lainnya.
            Aliran progresif menyarankan, dengan asumsi suatu kurikulum harus mendukung perkembangan individu menjadi anggota masyarakat yang demokratis. Dengan perjalanan waktu, istilah kajian inti  atau core studies disebut juga sebagai “common studies”, “unified studies”, “basic education”, dan “block-time classes”.
            Kurikulum inti diartikan sebagai mata pelajaran atau mata kuliah yang perlu diberikan kepada semua peserta didik. Terdapat beberapa ragam desain kurikulum inti, yakni: (1) the separate subject core, (2) the correlated, (3) the fused core, (4) the activity/experience core, (5) the areas-of-living core, dan (6) the social problems core. Yang berarti:
1.      The Separate Subject Core terdiri dari serangkaian mata pelajaran/mata kuliah yang diajarkan secara terpisah oleh spesialis dari mata pelajaran/mata kuliah tanpa mengintegrasikan materinya, suatu manifestasi dari karakteristik, kekuatan dan kelemahan dari separate subject curriculum.
2.      The Correlated Core dikembangkan dari konsep subject-centered design yang menekankan koherensi hubungan antardua atau lebih mata pelajaran/mata kuliah yang termasuk dalam kurikulum inti.
3.      The Fused Core  berakar pada konsep subject-centered curriculum design. Materi pelajaran disusun dalam bentuk terintegritas penuh. Dengan demikian peserta didik menguasai materi secara utuh.
4.      The Activity/Experience Core dikembangkan berdasarkan konsep learned-centered design yang dipusatkan pada minat dan kebutuhan peserta didik. Karena sifatnya yang tak terstruktur, Activity/Experience Core Curriculum  kurang diminati.
5.      The Areas-of-living Core diterapkan oleh Pendidikan progresif yang mengedepankan masalah-masalah kehidupan masyarakat. Pola desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni (sesuai gagasan J. F. Herbert) dan cocok untuk Pendidikan umum.
6.      The Social Problems Core sama halnya dengan the areas-of-living core model ini pun merupakan produk dari gerakan Pendidikan progresif. Sementara the social problems core menitikberatkan pada masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat.
            Keenam bentuk kurikulum diatas, dewasa ini tidak lagi dipakai dalam Pendidikan formal, namun dapat digunakan sebagai pola penyelenggaraan lokakarya ilmiah atau penataran dengan waktu yang relatif singkat.


2.3 Desain Alternatif Kurikulum
            Disamping model-model desain kurikulum diatas pada pembahasan ini akan dibahas secara singkat desain alternatif yakni: desain kurikulum humanistic (humanistic design) yang turut melandasi Pendidikan dan pelatihan berbasis kempetensi (PPBK). Desain kurikulum humanistic dikembangkan dengan mengutamakan peran siswa mengaktualisasikan dirinya. Para pakar humanistic percaya bahwa, siswa memiliki potensi, kesanggupan dan kekuatan untuk berkembang sendiri.
            Menurut N. S. Sukmadinata (1988: 92-93) “subjek yang menjadi pusat kegiatan….pendidikan merupakan sutu upaya menciptakan situasi yang permisif, rileks, akrab, dan berkat situasi tersebut anak mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.” Pendidikan humanistic memungkinkan peserta didik mengaktualisasikan diri dengan mengembangkan bakat dan integritas pribadi yang dimiliki secara bebas. Tujuan Pendidikan humanistic adalah “self-reliance man in an integrated community” (R. Zais, 1976: 434), dihasilkannya pribadi yang mandiri dan berintegritas dalam masyarakat.
2.4 Permasalahan Desain Kurikulum
            Terdapat lima permasalahan kritis yang sering timbul dalam desain kurikulum, yakni:
2.4.1 Desain untuk Pendidikan Umum atau Spesialisasi
            Awal dari pengembangan kurikulum ditinjau dari aspek desain kurikulum pada Pendidikan umum atau spesialisasi (kejuruan), jenis Pendidikan kedua tersebut tidak seluruhnya berbeda. Namun untuk memperjelas, pembelajaran ilmu-ilmu dan pelatihan keterampilan penting guna memperdalam landasan dan wawasan ilmiah. Kegiatan pembelajaran, cakupan (scope) dan sekuens dapat dikembangkan dari prosedur yang dibakukan. Sedangkan Pendidikan umum sama dapat dikembangkan berdasarkan penalaran logico-empiricial.
2.4.2 Hubungan Antar Komponen-komponen Kurikulum
            Masalah lain dalam desain kurikulum ialah Pembinaan hubungan antarkomponen-komponen kurikulum (tujuan, materi, kegiatan pembelajaran dan evaluasi). Masalah pertama adalah bagaimana menciptakan korespondensi antara Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Institusional dan Tujuan Instruksional yang harus dicantumkan dalam kurikulum. Diperlukan mekanisme untuk memantau keselarasan pencapaian tujuan tersebut sehingga apabila terdapat diskripansi dapat segera dilakukan tindakan perbaikan. Kedua, hal yang lebih sulit dalam pembinaan adalah hubungan yang jelas antara komponen-komponen tujuan kurikulum, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan evaluasi. Dengan demikian diperlukan suatu metode evaluasi yang lebih komperehensif dari pada sekedar mengadakan ujian tertulis.


2.4.3 Masalah Cakupan dan Sekuens
            Masalah kritis ketiga adalah berkaitan dengan cakupan dan sekuensi. Masalah ini berkaitan dengan masalah pembinaan hubungan antara pengorganisasian pada horizontal (cakupan) dan pada arah vertikal (sekuens). Cakupan (scope) berkaitan dengan pengaturan penyampaian pelajaran pada waktu dan tingkatan yang sama, sementara sekuens berkaitan dengan laju pergerakan setiap mata pelajaran/mata kuliah dari tingkat yang rendah menuju tingkat yang tinggi, dari materi yang mudah menuju materi yang lebih sulit.
            Masalah yang berkaitan dengan cakupan dan sekuens tidak berlaku, pada satu mata pelajaran/mata kuliah saja, tetapi harus pula dipikirkan keserasian perkembangan antar mata pelajaran/mata kuliah lainnya.
2.4.4 Pusat Pengorganisasian Kurikulum
            Menurut Goodlad (1963: 25-50) menyarankan dua macam konsep pengorganisasian kurikulum yakni, pusat pengorganisasian (organizing center) dan unsur pengorganisasian (organizing element). Dapat didefinisikan pusat pengorganisasian berkaitan dengan pemilihan model-model desain kurikulum. Sementara unsur-unsur perorganisasian berkaitan dengan konsep yang akan menjadi focus pembahasan dan penguasaan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, unsur-unsur pengorganisasian mengendalikan sekuens pada arah vertikal, sementara pusat pengorganisasian merinci materi pembelajaran, prosedur dan lain-lain pada setiap tingkatan kurikulum.
2.4.5 Keseimbangan
            Keseimbangan (balance) berarti pemberian bobot yang tepat untuk setiap komponen kurikulum sedemikian sehingga tidak terjadi masalah ketidakseimbangan di kemudian hari, yang diketahui setelah berlangsungnya evaluasi tingkat nasional. Masalah keseimbangan dapat dipengaruhi oleh desain kurikulum. Perbedaan penekanan kemungkinan sebagai akibat pandangan pembelajaran yang mengarah pada penguasaan isi atau materi pelajaran yang cenderung mengarah pada proses pembelajaran.sedangkan sejak berkembangnya konsep Pendidikan dan pelatihan di amerika serikat, penekanan cenderung pada tujuan dan evaluasi, sementara isi dan proses menyesuaikan pada standart kompetensi yang menjadi acuan penyusunan kurikulum.







BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Ragam desain kurikulum yang mencakup subject-centered design, learner-centered design, dan problem-centered design. Diantara ketiga desain tersebut, subject-centered design merupakan desain kurikulum yang tertua dan paling banyak digunakan.
            Sejalan dengan perkembangan ilmu Pendidikan dan kondisi masyarakat, desain kurikulum yang mengacu pada learner-centered design terpusat pada peserta didik adalah suatu pendekatan desain kurikulum yang menempatkan peserta didik pada posisi sentral.
            problem-centered design dikembangkan berdasarkan pemikiran filsafati tentang peran manusia dalam masyarakat. Dengan problem-centered design desain yang difokuskan pada masalah-masalah kehidupan social. Dalam hubungan ini manusia sebagai makhluk social akan selalu hidup Bersama dan memecahkan masalah social secara Bersama-sama pula.
3.2 Saran















DAFTAR PUSTAKA
Goodlad, john I. (1963). Toward Improve Curriculum Organization. In planning and Organizing for Teaching. Washington D.C.: National Education Association.
Harris, R. et al. (1995). Competency-Based Education and Training. South Yarra 3141: MacMilan Education Australia, Pty, Ltd.
Krist, M. W., Walker, D.F. (1971). An Analysis of Curriculum Policy-Making. Review of  Educational Research, December.
Smith, B.O. et al. (1957). New York: Fundamentals of Curriculum Development, Harcourt Brace Jovanovich.



 

contoh MAKALAH DESAIN KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN contoh MAKALAH DESAIN KURIKULUM PENDIDIKAN KEJURUAN Reviewed by Arfa on April 10, 2018 Rating: 5

Tidak ada komentar:

TERMINOLOGI EVALUASI, PENELITIAN, PENGEMBANGAN, ASESMEN DAN PENGUKURAN DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN

berikut ini adalah contoh makalah evaluasi pendidikan yang membahas tentang, TERMINOLOGI EVALUASI, PENELITIAN, PENGEMBANGAN, ASESMEN DAN PEN...

Diberdayakan oleh Blogger.