
MAKALAH
”KECELAKAAN & PENYAKIT AKIBAT KERJA”
OLEH :
1. Anggit Apriono Putra
2. Alfin Dingarai Putra
3. Arfa Dhiaulhaq Firdaus Al Rasyid
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
NEGERI MALANG
BAB
1
PENDAHULUAN
1.Latar
Belakang
Kecelakaan kerja adalah suatu
kejadian yang tidak diduga semula dan tidak
dikehendaki, yang mengacaukan proses
yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia
maupun harta benda
. Syarat-syarat keselamatan kerja
ditetapkan salah satu untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan termasuk di
tempat kerja yang sedang dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan,
pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya
(UU No 1 Tahun 1970).
Perkembangan industri jasa
konstruksi di Indonesia dapat dikatakan telah
mengalami kemajuan dan mendapat
porsi yang seimbang dengan perkembangan sektor industri yang lain. Keseimbangan
tersebut diindikasikan oleh peran serta sektor konstruksi dalam aktivitas pembangunan
di Indonesia. Semakin berkembangnya industri konstruksi juga menunjukkan
tantangan yang semakin ketat dan kompleks di bidang konstruksi. Industri
konstruksi memberikan kontribusi yang esensial terhadap proses pembangunan di
Indonesia. Hasil pembangunan dapat dilihat dari semakin banyaknya gedung
bertingkat, sarana infrastruktur jalan dan jembatan, sarana irigasi dan
bendungan, perhotelan, perumahan dan sarana prasarana lain (Pio , 2012).
Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti
tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api
hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang
yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja
tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat
telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski
menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi.
Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya
tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka
akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah
beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian bahkan
sampai menghilangkan nyawa.
Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya
dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada
masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja berbasis
paradigma sehat.
Hal
itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di Indonesia
pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 %
sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18%
bekerja di bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%;
transportasi, pergudangan dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar
4,42%, jasa dan keuangan 14,44%; serta pertambangan, listrik dan gas 1,3%
(Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun 2007 diketahui kecelakaan kerja
terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan industri masing-masing 31,9
% dan 31,6 %.
BAB
2
MATERI
2.1 Definisi
A. Kecelakaan kerja adalah sebuah kejadian tak terduga yang menyebabkan cedera
atau kerusakan. Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan
tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa /
luka / cacat maupun pencemaran.
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda tentunyahal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda.
Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai dimana banyak terjadi dilingkungan pekerjaan non-formal. Hal ini yang menunjukan bahwa sanya pentingnya sebuah keselamatan dalam bekerja, sekalipun sektor tersebut hanya sedikit bahkan tidak sama sekali di dukung oleh pemerintah. Seperti banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di area pertambangan, dimana para pekerjanya kurang menggunakan alat keselamatan kerja.
Ada juga pekerjaan dalam membangun bangunan di kota (pembangunan yang dibangun untuk pemerintah) dimana pekerjanya hanya menggunakan topi, sendal, skrap (penutup hidung dan mulut). Mengapa bisa hal tersebut dapat terjadi??? Padahal bisa dilihat mata pemerintah tidak mungkin sependek yang kita lihat.
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda tentunyahal ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda.
Kecelakaan kerja banyak akhir-akhir ini kita jumpai dimana banyak terjadi dilingkungan pekerjaan non-formal. Hal ini yang menunjukan bahwa sanya pentingnya sebuah keselamatan dalam bekerja, sekalipun sektor tersebut hanya sedikit bahkan tidak sama sekali di dukung oleh pemerintah. Seperti banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi di area pertambangan, dimana para pekerjanya kurang menggunakan alat keselamatan kerja.
Ada juga pekerjaan dalam membangun bangunan di kota (pembangunan yang dibangun untuk pemerintah) dimana pekerjanya hanya menggunakan topi, sendal, skrap (penutup hidung dan mulut). Mengapa bisa hal tersebut dapat terjadi??? Padahal bisa dilihat mata pemerintah tidak mungkin sependek yang kita lihat.
B. Penyakit Akibat Kerja
adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun
lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang
artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun,
sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit
yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses
maupun lingkungan kerja
Pada
simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang
diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz,
Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
1.
a.
Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
2.
b.
Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab,
dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya
dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
3.
c.
Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working
Populations adalah penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan
Menurut
Cherry, 1999 “ An occupational disease may be defined simply as one
that is caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini
menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk
, oleh pajanan di tempat kerja . Atau , “ An occupational disease is health
problem caused by exposure to a workplace hazard ” ( Workplace Safety and
Insurance Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit
akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan
berbahaya di tempat kerja.
Dalam
hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and
Insurance Board ( 2005 ) antara lain :
- Debu , gas , atau asap
- Suara / kebisingan ( noise )
- Bahan toksik ( racun )
- Getaran ( vibration )
- Radiasi
- Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
- Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem
2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Pengertian kejadian menurut standar Australian AS 1885 1
(1990) adalah suatu proses atau kejadian cidera atau kecelakaan akibat kerja. (
Mayendra,2009)
Banyak tujuan yang dicapai dengan melakukan
pengklasifikasian kejadian kecelakaan akibat kerja. Salah satu diantaranya
adalah untuk mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana
terjadinya kecelakaan, apa yang dilakukan oleh karyawan dan alat apa yang
digunakan oleh karyawan sehingga menyebabkan kecelakaan.
Dengan menerapkan kode-kode kecelakaan kerja maka akan
sangat membantu proses investigasi dalam menginterpretasikan
informasi-informasi yang di dapat. ada banyak refrensi yang menjelaskan mengnai
kode-kode dari kecelakaan kerja, salah satunya adalah standar Australian 1885 1
(1990). Berdasarkan standar tersebut, kode yang diguakan untuk mekanisme
terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagi berikut :
1.Jatuh dari atas ketinggian
2.Jatuh dari ketinggian yang sama
3.Menabrak objek dengan bagian tubuh
4.Terpajan oleh getaran mekanik
5.Tertabrak oleh objek yang bergerak
6.Terpajan oleh suara yang tiba-tiba
7.Terpajan oleh suara yang lama
8.Terpajan tekanan yang bervariasi
9.Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah
10.Otot tegang lainnya
11.Kontak dengan listrik
12.Kontak atau terpajan dengan dingin atau panas
13.Terpajan radiasi
14.Kontak tunggal dengan bahan kimia
15.Kontak jangka panjang dengan bahan kimia
16.Kontak lainnya dengan bahan kimia
17.Kontak dengan atau terpajan dengan faktor biologi
18.Terpajan faktor stress mental
19.Longsor atau runtuh
20.Kecelakaan kendaraan/mobil
21.Lain-lain mekanisme cidera
berganda atau banyak
2.3 Klasifikasi penyakit akibat
kerja
Dalam
melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko
mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
WHO membedakan empat kategori
Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
1.
Penyakit yang hanya disebabkan oleh
pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
2.
Penyakit yang salah satu penyebabnya
adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
3.
Penyakit dengan pekerjaan merupakan
salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya
Bronkhitis khronis.
4.
Penyakit dimana pekerjaan
memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis
yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan
teknologi, yaitu:
a.
Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh
pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam
paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat
di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan
besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak
terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang
batubara.
b.
Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah
campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah
Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya
c.
Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit
pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas
ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan
dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas
atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain
sebagainya.
d.
Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit
saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur
besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja
boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
e.
Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam
berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk
halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak
napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang
menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen,
pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang
industri nuklir.
2.4 kecelakaan akibat kerja
Timbulnya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh berbagai
faktor, dimana faktor yang satu mempengaruhi faktor yang lainnya.
Berdasarkan
pendekatan epidemiologi ( US. Office of Technology Assesment Washington DC,
1975), faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan akibat kerja dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
Host, yaitu pekerja yang melakukan
pekerjaan.
Agent, yaitu pekerjaan.
Environment, yaitu lingkungan kerja.
Dari
ILCI, dengan memodifikasi teori dari Heinrich yang terkenal dengan nama teori
domino yaitu tentang terjadinya kecelakaan kerja sebagai berikut:
1. Kurangnya terhadap pengendalian
oleh manajemen (Lack of Control Management) meliputi :
- Perencanaan
- Pengorganisasian
- Kepemim[pinan
- Pengendalian
2. Penyebab-penyebab dasar murni (
Basic Couse (s) Origin (s) ):
- Faktor personal
- Faktor Pekerja
3. Penyebab yang merupakan
gejala-gejala ( Immediate: Cause (s) Simptoms )
- Unsafe Act adalah pelanggaran terhadap prosedur yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
- Unsafe Condition atau keadaan yang secara langsung dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
4. Keterkaitan terjadinya kecelakaan
( Incident Contact ).
5. Kehilangan orang atau harta (
People Proverty Loss ).
ILO
(1989) mengemukakan bahwa kecelakaan akibat kerja pada dasarnya disebabkan oleh
tiga faktor yaitu faktor pekerja, pekerjaannya dan faktor lingkungan di tempar
kerja.
Faktor Pekerja
1.
Umur
Umur
mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja.
Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk mengalami
kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda
mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi (Hunter, 1975). Namun umur
muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin
karena kecerobohan dan sikap suka tergea-gesa (Tresnaningsih, 1991).
Dari
hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia lebih
banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja
muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya (ILO, 1989).
Banyak
alasan mengapa tenaga kerja golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk
menderita kecelakaan akibat kerja lebih tinggi dibandingkan dengan golongan
umur yang lebih tua. Oborno (1982), menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi tingginya kejadian kecelakaan akibat kerja pada golongan umur muda
antara lain karena kurang perhatian, kurang disiplin, cenderung menuruti kata
hati, ceroboh, dan tergea-gesa.
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan
sesorang berpengaruh dalam pola pikir sesorang dalam menghadapi pekerjaan yang
dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat
penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan
pekerjaan dan keselamatan kerja.
Hubungan
tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan itngkat
pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah
akan bekerja di lapangan yang mengandalkan fisik ( Efrench, 1975). Hal ini
dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat
dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja.
Menurut
Achmadi (1990) yang dimaksud dengan pendidikan adalah pendidikan formal yang
diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun
disamping pendidikan formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan
pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya.
3. Pengalaman Kerja
pengalaman
kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat
kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan
keterampilan akan disertai dengan penurunan angka kecelakaan akibat kerja.
Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan
pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan ( Suma’mur
1989).
Faktor Lingkungan
1. Lingkungan Fisik
Pencahayaan
Pencahayaan
merupakan suatu aspek lingkungan fisik yang penting bagi keselamatan kerja.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pencahayaan yang tepat dan sesuai dengan
pekerjaan akan dapat menghasilkan produksi yang maksimal dan dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan akibat kerja ( ILO, 1989 ).
Kebisingan
Kebisingan
ditempat kerja dapat berpengaruh terhadap pekerja karena kebisingan dapat
menimbulkan gangguan perasaan, gangguan komunikasi sehingga menyebabkan salah
pengertian, tidak mendengar isyarat yang diberikan, hal ini dapat berakibat
terjadinya kecelakaan akibat kerja disamping itu kebisingan juga dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran sementara atau menetap. Nilai ambang batas
kebisingan adlah 85 dBa untuk 8 jam kerja sehari atau 40 jam kerja dalam
seminggu (Suma’mur, 1990).
2. Lingkungan Kimia
Faktor
lingkungan kimia merupakan salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan
penyebab kecelakaan kerja. Faktor tersebut dapat berupa bahan baku suatu
produks, hasil suatu produksi dari suatu proses, proses produksi sendiri
ataupun limbah dari suatu produksi.
3. Faktor Lingkungan Biologi
Bahaya
biologi disebabkan oleh jasad renik, gangguan dari serangga maupun binatang
lain yang ada di tempat kerja. Berbagai macam penyakit dapat timbul seperti
infeksi, allergi, dan sengatan serangga maupun gigitan binatang berbisa
berbagai penyakit serta bisa menyebabkan kematian (Syukri Sahap, 1998).
Klasifikasi Akibat Kecelakaan Kerja
Berdasarkan
pada standar OSHA tahun 1970, semua luka yang diakibatkan oleh kecelakaan dapat
dibagi menjadi:
1. Perawatan Ringan ( First Aid )
Perawatan
ringan merupakan suatu tindakan/ perawatan terhadap luka kecil berikut
observasinya, yang tidak memerlukan perawatan medis (medical treatment)
walaupun pertolongan pertama itu dilakukan oleh dokter atau paramedis.
Perawatan ringan ini juga merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan
tindakan perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali
perawatan dengan observasi berikutnya.
2. Perawatan Medis ( Medical
Treatment )
Perawatan
Medis merupakan perawatan dengan tindakan untuk perawatan luka yang hanya dapat
dilakukan oleh tenaga medis profesional seperti dokter ataupun paramedis. Yang
dapat dikategorikan perawatan medis bila hanya dapat dilakukan oleh tenaga
medis yang pofesional: terganggunya fungsi tubuh seperti jantung, hati,
penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berakibat rusaknya struktur fisik dan
berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan.
3. Hari Kerja yang Hilang (Lost Work
Days)
Hari
kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat
mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit
akibat pekerjaan yan dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi
dua macam :
Jumlah
hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja dimana sesorang
pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan
kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya.
jumlah
hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu
semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit
akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke pekerjaan lain atau
pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan secara
normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus diatas, terdapat pengecualian pada
hari saat kecelakaan atau saat terjadinya sakit, hari libur, cuti, dan hari
istirahat.
4. Kematian (Fatality)
Dalam
hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara
saat terjadinya kecelakaan kerja aaupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan
yang dideritanya, dan saat si korban meninggal.
Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja
Berdasarkan
konsepsi sebab kecelakaan tersebut diatas, maka ditinjau dari sudut keselamatan
kerja unsur-unsur penyebab kecelakaan kerja mencakup 5 M yaitu :
a. Manusia.
b. Manajemen ( unsur pengatur
).
c. Material ( bahan-bahan ).
d. Mesin ( peralatan ).
e. Medan ( tempat kerja /
lingkungan kerja ).
Kegiatan – Kegiatan atau Upaya
Keselamatan Kerja
Untuk
meningkatkan keselamatan kerja di perusahaan atau di tempat – tempat kerja,
maka ILO, (1989) menyusun suatu ketentuan, yaitu sebagai berikut :
Peraturan-peraturan, yaitu peraturan
perundangan yang bertalian dengan syarat-syarat kerja umum, perencanaan
–perencanaan, kontruksi, perawatan, pengujian dan pemakaian industri, kewajiban
pengusaha dan pekerja, latihan, pengawasan kesehatan kerja, pertolongan pertama
pada kecelakaan dan pengujian kesehatan.
Standarisasi, yaitu penetapan
standar-standar.
Pengawasan, yaitu pengawasan tentang
dipatuhinya ketentuan-ketentuan yang diwajibkan.
Penelitian
bersifat teknis, yang meliputi sifat dan ciri-ciri dari bahan-bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat pelindung diri.
Riset
medis, meliputi tentang efek-efek fisiologis dan patologis faktor-faktor
lingkungan dan teknologis, keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
Penelitian
secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi,
banyaknya mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
Pendidikan,
menyangkut pendidikan keselamatan dan kurikulum teknik, sekolah-sekolah
perniagaan atau kursus-kursus pertukangan.
Latihan-latihan
yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga yang baru, dalam
keselamatan kerja.
Penggairahan
yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan
sikap untuk selamat.
Asuransi,
yaitu intensif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan, misalnya
dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika
tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.
Usaha
kesehatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya
penerapan keselamatan kerja
2.5
Penyakit Akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat
kerja, antara lain:
a.
Penyakit Saluran Pernafasan
PAK
pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma
akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena
virus. Kronis, missal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan oleh bahan
kimia seperti nitrogen oksida.
b.
Penyakit Kulit
Pada
umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh
sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang
berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi
iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.
c.
Kerusakan Pendengaran
Banyak
kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada
beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail
sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat
rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.
d. Gejala
pada Punggung dan Sendi
Tidak
ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang
berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan
tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.
e.
Kanker
Adanya
presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan
di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali
didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker
pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum
diagnosis.
f.
Coronary Artery Disease
Oleh
karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
g.
Penyakit Liver
Sering
di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis
karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
h.
Masalah Neuropsikiatrik
Masalah
neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro
pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak
diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau
masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari
stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I
solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen,
timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer.
Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.
i.
Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi
dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan. Sick
building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis:
parfum, derivate petroleum, rokok.
Pencegahan
Pengurus
perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap
pekerjaannya.
Kewaspadaan
tersebut bisa berupa :
1.
Melakukan pencegahan terhadap
timbulnya penyakit
2.
Melakukan deteksi dini terhadap
ganguan kesehatan
3.
Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti
program jaminan sosial tenaga kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun
1992.
Mengetahui
keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap
PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:
1.
Pakailah APD secara benar dan
teratur
2.
Kenali risiko pekerjaan dan cegah
supaya tidak terjadi lebih lanjut.
3.
Segera akses tempat kesehatan
terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.
Selain
itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja
bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku
Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
1.
Pencegahan Primer – Health Promotion
1.
Perilaku Kesehatan
2.
Faktor bahaya di tempat kerja
3.
Perilaku kerja yang baik
4.
Olahraga
5.
Gizi seimbang
2.
Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1.
Pengendalian melalui
perundang-undangan
2.
Pengendalian
administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3.
Pengendalian teknis: subtitusi,
isolasi, ventilasi, alat pelindung diri (APD)
4.
Pengendalian jalur kesehatan:
imunisasi
3.
Pencegahan Tersier
1.
Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
2.
Pemeriksaan kesehatan berkala
3.
Surveilans
4.
Pemeriksaan lingkungan secara
berkala
5.
Pengobatan segera bila ditemukan
gangguan pada pekerja
6.
Pengendalian segera di tempat kerja
Kondisi
fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja
benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian
dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau
sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan,
maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.
Perawatan dan pengobatan
Dalam melakukan penanganan terhadap
penyakit akibat kerja, dapat dilakukan duamacam terapi, yaitu:
1.
Terapi medikamentosa Yaitu terapi
dengan obat obatan :
1.
Terhadap kausal (bila mungkin)
2.
Pada umumnya penyakit kerja ini
bersifat irreversibel, sehingga terapi sering kali hanya secara simptomatis
saja. Misalnya pada penyakit silikosis (irreversibel), terapi hanya mengatasi
sesak nafas, nyeri dada
2.
Terapi okupasia
1.
Pindah ke bagian yang tidak terpapar
2.
Lakukan cara kerja yang sesuai
dengan kemampuan fisik
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan kecelakaan akibat kerja
Pada hakikatnya kecelakan merupakan
proses interaksi dari faktor-faktor penyebab yang menimbulkan peluang
terjadinya hal tersebut. Kecelakaan bukan merupakan sebuah kejadian tunggal
yang spontanitas terjadi, tetapi ia telah didahului oleh insiden-insiden kecil
sehingga pada tahap akhirnya akan menyebabkan accident atau kecelakaan tersebut
(FTA).
Kecelakaan bukan kejadian yang tidak dapat
dicegah atau dihindari. Kecelakaan dapat dicegah dengan menerapkan prinsip
sistem K3 dan pendekatanpencegahan kecelakaan. Pada kasus Agus icing ini,
seharusnya kecelakaan dapat dihindarkan dengan melakukan tindakan preventif
seperti berhati-hati dan menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai
ketentuan. Jika saja hal tersebut dilakukan oleh korban maka kecelakaan dapat
dihindari.
Saran kecelakaan akibat kerja
Pada kesempatan ini penulis hanya
berpesan bahwa pada prinsipnya kecelakaan dapat kita cegah. Angka kecelakaan
yang semakin memuncak dapat kita landai dengan melakukan tindakan
preventif dan berpedoman pada prinsip kehati-hatian. Mematuhi segala peraturan
undanng-undang dan kebijakan sistem K3 bukan merupakan hal yang berat jika
menyangkut dengan nyawa. Tumbuhkan kesadaran dalam diri kita akan pentingnya
K3. Maka kecelakaan dapat kita hindari dan angka mortalitas dapat dieliminir
seminimal mungkin. MARI CIPTAKAN MASYARAKAT INDONESIA, SADAR K3 !!!
3.2 Kesimpulan penyakit akibat kerja
Setiap
pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah
bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah
menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan,
buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.
Sepanjang
tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan
kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih
tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah
menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal
dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di
salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang
mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Oleh
karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.
*Saran penyakit kerja
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan
untuk memahami tentang penyakit akibat kerja dan penatalaksanaan pada pasien
akibat kecelakaa kerja agar nantinya dapat memberikan penatalaksanaan yang
tepat.
2. Bagi
Institusi
Diharapkan
untuk memberikan penanganan dan pengetahuan tentang penyakit akibat kecelakaan
kerja. Serta terus meningkatkan kualitas pelayanan bagi pasien.
3. Bagi
Masyarakat
Diharapkan
masyarakat dapat mengetahui tentang penyakit akibat kecelakaan kerja agar lebih
waspada.
DAFTAR
PUSTAKA
Djojodibroto, R. Darmanto.1999. Kesehatan
Kerja Di Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Praya, abi. 2008. Penyakit
Akibat Kerja. http://safety4abipraya.wordpress.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 19.14 WIB
Suyono, Joko.1993. Deteksi Dini
Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC
<no name> 2008. Penyakit
Akibat Kerja. http://www.freewebs.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 19.34 WIB
<no name> 2009. Mengenal
Penyakit Akibat Kerja. http://hanscoy.com.
Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 18.34 WIB
<no name> 2010. Penyakit
Akibat Kerja. http://www.tempointeraktif.com. Diakses pada tanggal 16 Oktober jam 18.44 WIB
Direktorat Bina Kesehatan Kerja
Depkes RI. 2007.
https://rickyandhika.wordpress.com/2011/02/18/kecelakaan-akibat-kerja/
MAKALAH ”KECELAKAAN & PENYAKIT AKIBAT KERJA”
Reviewed by Arfa
on
April 10, 2018
Rating:

menurut saya makalahnya di masukan gambar sebagi penunjang keterangan materinya.
BalasHapus